Welcome

Welcome to the Namiroh Murinda Sari's Blog
Gaya semau gw....!!!!

Minggu, 02 Januari 2011

ASKEP ANEMIA

A.Latar Belakang
Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah. Jadi, anemia bukan suatu penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium (Baldy, 2006). Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama di negara berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik (Bakta, 2006). Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi, karena itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi, terutama anemia defisiensi nutrisi seperti besi, asam folat, atau vitamin B12
Contoh kasus :
An. A, berusia 5 tahun dibawa ke dokter dengan keluhan puca, dibawa kedokter . Hasil anamnesa dengan ibunya, anaknya terlihat pucat sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain yang menyertai adalah demam yang tidak terlalu tinggi, perut mual, sering tertidur di kelas dan susah makan. Sejak kecil anak A memang tidak suka makan daging. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva pucat, bising jantung, tidak didapatkan hepatomegali ataupun splenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,0 g/dL. Dokter memberikan tablet tambah darah untuk anak A.
B.Rumusan Masalah
1. Istilah apa yang belum diketahui pada kasus di atas ?
2. Masalah apa yang muncul dalam kasus yang di alami oleh An.A ?
3. Bagaimana cara menganalisa masalah yang timbul dari kasus yang di alami oleh anak A ?
4. Bagaimanakah etiologi dan klasifikasi anemia?
5. Bagaimanakah dasar diagnosis tipe anemia yang paling tepat?
6. Bagaimanakah patogenesis dan patofisiologi anemia?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan pasien anemia dalam kasus?
C.Tujuan Penulisan
1. Mengetahui istilah yang belum diketahui dalam kasus tersebut .
2. Mengetahui masalah yang dapat mucul pada kasus yang dialami oleh An. A .
3. Mengatahui analisa masalah yang timbul dari kasus yang dialami oleh anak A.
4. Mengetahui dasar diagnosis tipe anemia yang paling tepat.
5. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi anemia.
6. Mengetahui penatalaksanaan pasien anemia dalam kasus.
D.Manfaat Penulisan
Mahasiswa mengetahui dasar teori hematologi dan penatalaksanaan keperawatan dalam pemecahan kasus diatas.










BAB II
TINJAUAN TEORI

1.Pengertian Anemia
Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan volume pada sel darah merah ( Hematokrit per 100 ml darah ). Anemia adalah suatu kondisi medis di mana sel darah merah atau jumlah hemoglobin kurang dari normal. Tingkat hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. . Untuk pria, anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100ml.

2.Fisiologi Eritrosit dan Hemoglobin
Eritrosit dibentuk dari stem cell pluripoten di sumsum tulang (PHSC) yang kemudian berdiferensiasi menjadi CFU-S (unit pembentuk koloni limpa), CFU-B (unit pembentuk koloni blas), kemudian baru membentuk CFU-E (unit pembentuk koloni eritrosit).
Eritrosit mengandung hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dari paru-paru ke jaringan. Jumlah total eritrosit dalam sirkulasi diatur sedemikian rupa agar cukup untuk menyulai O2 ke seluruh jaringan, namun tidak terlalu banyak, agar tidak menghambat aliran darah.
Produksi eritrosit terutama diatur oleh oksigenasi jaringan. Menurunnya oksigenasi jaringan menstimulasi hormon eritropoietin, terutama dari ginjal, yang kemudian akan merangsang produksi proeritroblas dari sel stem hematopoietik di sumsum tulang. Kemudian, eritropoietin juga akan mempercepat proses diferensiasi pada berbagai tahap eritroblastik dibandingkan dengan normal.
Proses pematangan eritrosit dipengaruhi oleh vitamin B12 dan asam folat, karena keduanya berperan penting dalam sintesis DNA─pematangan inti dan pembelahan sel. Sedangkan besi (Fe++) penting dalam pembentukan heme. Heme kemudian bergabung dengan rantai polipeptida panjang globin membentuk hemoglobin.
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah.
Proses pembentukan hemoglobin adalah sebagai berikut:
1. asam 2 α-ketoglutarat + glisin à pirol
2. 4 pirol à protoporfirin III
3. protoporfirin III + Fe à hem
4. 4 hem + globin à hemoglobin
Kadar normal haemoglobin
Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100 mililiter darah.
Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasien :
• Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl
• Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl
• Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl
• Anak anak : 11-13 gram/dl
• Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl
• Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl
• Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl
• Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
Nilai diatas dapat berbeda pada masing masing laboratorium namun tidak akan terlalu jauh dari nilai diatas. Ada pula laboratorium yang tidak membedakan antara lelaki atau perempuan dewasa dengan lelaki atau perempuan tua.

3.Etiologi dan Klasifikasi Anemia
Pada dasarnya anemia disebabkan karena : 1) gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2) kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); dan 3) proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi, yang dibagi menjadi 3: 1) anemia hipokromik mikrositer, 2) anemia normokromik normositer, dan 3) anemia makrositer.
Berdasarkan beratnya anemia, anemia berat biasanya disebabkan oleh anemia : 1) defisiensi besi, 2) aplastik, 3) pada leukimia akut, 4) hemolitik didapat atau kongenital misalnya pada thalassemia mayor, 5) pasca perdarahan akut, dan 6) pada GGK stadium terminal.
Jenis anemia yang lebih sering bersifat ringan sampai sedang adalah anemia : 1) akibat penyakit kronik, 2) pada penyakit sistemik, dan 3) thalasemia trait

4.Pemeriksaan Dasar dan Diagnosis Anemia
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis anemia terdiri dari 1) pemeriksaan penyaring (terdiri dari pengukuran kadar Hb, indeks eritrosit, dan apusan darah tepi), 2) pemeriksaan darah seri anemia (meliputi hitung leukosit, trombosit, retikulosit, dan laju endap darah), 3) pemeriksaan sumsum tulang, dan 4) pemeriksaan khusus sesuai jenis anemia. Selain itu, diperlukan pulaa pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti pemeriksaan faal hati, faal ginjal, atau faal tiroid.
Tahap diagnosis anemia terdiri dari 1) menentukan adanya anemia, 2) menentukan jenis anemia, 3) menentukan etiologi anemia, dan 4) menentukan ada tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan (Bakta, 2006).
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya perti anemia akibat penyakit kronik, thalassemia, dan anemia sideroblastik. Perbedaan yang ditemukan diantaranya seperti derajat anemia, MCV, MCH, besi serum, TIBC, dan lainnnya.

5.Patofisiologi
Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Kekurangan besi pada epitel serta beberapa enzim kemudian menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.
Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan berbagai enzim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transport elektron. Oleh karena itu, defisiensi besi di samping menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif, misalnya pada 1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas kerja, 2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan, 3) gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi, dan 4) gangguan terhadap ibu hamil dan janin. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan atau bahkan sebelum anemia manifest.

6.Clinical Pathway
Kurangnya asupan zat besi

Cadangan zat besi tidak mencukupi

Anemia Deferensi Zat besi Lemah , pucat , demam

7.Tanda dan Gejala
1. konjungtiva pucat (hemoglobin 6 sampai 10 g/dl.
2.Telapak tangan pucat ( Hb dibawah 8 g/dl )
3. Iritabilitas dan Anoreksia ( Hb 5 g/dl atau lebih rendah
4. Takikardia , murmur sistolik
5. Pika
6. Letargi, kebutuhan tidur meningkat
7. Kehilangan minat terhadap mainan atau aktifitas bermain.

8.Komplikasi
1. Perkembangan otot buruk (jangka panjang).
2. Daya konsentrasi menurun.
3. Hasil uji perkembangan menurun.
4. Kemampuan mengelola informasi yang didengar menurun.

9.Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
1. Kadar porfirin eritrosit bebas — meningkat.
2. Konsentrasi besi serum ——- menurun.
3. Saturasi transferin —— menurun.
4. Konsentrasi feritin serum —- menurun.
5. Hemoglobin menurun.
6. Rasio hemoglobin porfirin eritrosit —- lebih dari 2,8 ug/g adalah diagnostic untuk defisiensi besi.
7. Mean cospuscle volume ( MCV) dan mean cospuscle hemoglobin concentration ( MCHC ) —- menurun menyebabkan anemia hipokrom mikrositik atau sel-sel darah merah yang kecil-kecil dan pucat.
8. Selama pengobatan jumlah retikulosit —- meningkat dalam 3 sampai 5 hari sesuadh dimulainya terapi besi mengindikasikan respons terapeutik yang positif.
9. Dengan pengobatan, hemoglobin——- kembali normal dalam 4 sampai 8 minggu mengindikasikan tambahan besi dan nutrisi yang adekuat.

10.Pengobatan
Usaha pengobatan ditujukan pada pencegahan dan intervensi. Pencegahan tersebut mencakup ; Menganjurkan Ibu-Ibu untuk memberikan ASI, Makan makanan kaya zat besi dan minum vitamin pranatal yang mengandung besi.
Terapi untuk mengatasi anemia defisiensi zat besi terdiri dari program pengobatan berikut ;
1. Zat besi diberikan per oral dalam dosis 2 – 3 mg/kg unsur besi semua bentuk zat besi sama efektifnya ( fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat, fero glukonat.
2. Vitamin C harus diberikan bersama dengan besi ( Vitamin C meningkatkan absorpsi besi ).
Terapi besi hendaknya diberikan sekurang-kurangnya selama 6 minggu setelah anemia dikoreksi untuk mengisi kembali cadangan besi. Zat besi yang disuntikkan jarang dipakai lagi kecuali terdapat penyakit malabsorpsi usus halus.
BAB III
PEMBAHASAN

I. Istilah dalam anemia
Pada kasus diatas, pasien mengalami anemia, namun hasil pemeriksaan lebih lanjut belum didapatkan, sehingga tipe anemia yang lebih spesifik belum diketahui. Namun berdasarkan pemeriksaan hemoglobin, Hb 8 gr/dL menunjukkan bahwa pasien memang mengalami anemia, karena pada anak-anak, Hb dibawah 11 g/dL dikategorikan sebagai anemia. Untuk menentukan jenis anemia yang spesifik agar penatalaksanaannya berjalan efektif perlu dilakukan serangkaian tes lain, seperti tes laboratorium.
 Konjungtiva pucat /anemis : Tampak pucat pada bagian halus yang melapisi kelopak mata.
 Hepatomegali : Pembengkakan/pembesaran hepar.
 Splenomegali : Pembengkakan/pembesaran limpa.
 Bising jantung : Bunyi yang ditimbulkan oleh pusaran abnormal,aliran darah atau turbulensi dalam ruang jantung dan pembuluh darah.

2.Masalah yang dapat muncul terhadap penderita anemia
Pucat : Hemoglobinisasi yang tidak adekuat menyebabkan central pallor di tengah eritrosit berwarna pucat berlebihan yang lebih dari sepertiga diameternya, sehingga menimbulkan keadaan pucat pada pasien.
Perut mual dan susah makan : Defisiensi besi dapat menyebabkan gangguan enzim aldehid oksidase sehingga terjadi penumpukan serotonin yang merupakan pengontrol nafsu makan. Hal ini mengakibatkan reseptor 5 HT meningkat, di usus halus menyebabkan mual dan muntah. Selain itu, defisiensi besi juga dapat menyebabkan gangguan enzim monoamino oksidase sehingga terjadi penumpukan katekolamin dalam otak. Hal inilah yang menjadi sebab terjadinya keadaan mual dan sulit makan.
Tidak suka makan daging : Padahal, daging merupakan sumber zat besi sebagai pembentuk heme yang absorpsinya tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. Selain besi, daging juga mengandung zat gizi lain, misalnya asam folat. Protein daging lebih mudah diserap karena heme dalam hemoglobin dan mioglobin tidak berubah sebagai hemin (bentuk feri dari heme). Kompleksnya nutrisi yang terkandung dalam daging inilah yang menyebabkan pasien mengalami anemia, walaupun yang paling dominan adalah akibat dari defisiensi besi.
Konjungtiva pucat : Hb menurun, sehingga suplai darah yang menyuplai daerah konjungtiva pun berkurang.
Bising jantung : disebabkan akibat kerja jantung yang lebih kuat karena adanya gangguan oksigenasi jaringan. Mekanisme peningkatkan kecepatan aliran darah inilah yang menimbulkan bising jantung.
Suka tertidur dikelas : karena oksigen yang tersedia dalam darah tidak cukup untuk menyuplai kebutuhan sel-sel otak, sehingga pasien mengantuk dan sering tertidur.
Hemoglobin rendah : Hb dibentuk dalam sumsum tulang dengan bantuan eritropoesis. Hemoglobin ini membutuhkan zat besi sedangkan klien tidak suka makan daging. Karena berkurangnya zat besi pada hormon eritopoesis menyebabkan kadar hemoglobin rendah.

3.Kesimpulan
Pasien dalam kasus mengalami anemia defisiensi besi, karena kurangnya asupan besi dari nutrisi. Hal ini selanjutnya dapat dipastikan dengan mengetahui hasil pemeriksaan laboratorium.

4.Hepotesis
Pasien dalam kasus menderita anemia akibat defisiensi besi, padahal tingkat kebutuhan besi (Fe) meningkat dalam masa pertumbuhan. Akibat kurangnya asupan zat gizi berupa besi yang penting dalam proses hemopoiesis ini menimbulkan konsekuensi berbagai gejala klinis yang dialami oleh pasien tersebut. Dalam laporan ini, penulis membahas perbandingan berbagai jenis anemia, namun lebih fokus difokuskan kepada anemia defisiensi besi.


















BAB IV
Asuhan Keperawatan

I.Pengkajian Keperawatan
a.Usia anak : Fe menurun , biasanya pada usia 6-24bulan.
b.Pucat
c.Mudah lelah
d.Pusing kepala
e.Napas pendek.
f.Nadi cepat Kompensasi dari refleks cardiovascular.
g.Eliminasi urnie dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine Penurunan aliran darah keginjal sehingga hormaon renin angiotensin aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi urine.
h.Gangguan pada sisten saraf Anemia difisiensi B 12.
i.Gangguan cerna pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut, mual, muntah dan penurunan nafsu makan.
j.Pika suatu keadaan yang berkurang karena anak makan zat yang tidakbergizi, Anak yang memakan sesuatu apa saja yang merupakan bukan makanan seharusnya (PIKA).
k. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung).
l.Suhu tubuh meningkat karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan iskemik.
m.Pola makan

II.Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia.
2. Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat: kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan.
3. Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang.
III.Intervensi
1)Intoleransi aktivitas b/d gangguan sistem transpor oksigen sekunder akibat anemia
Rencana Tindakan:
1. Monitor Tanda-tanda vital seperti adanya takikardi, palpitasi, takipnue, dispneu, pusing, perubahan warna kulit, dan lainya.
2. Bantu aktivitas dalam batas tolerasi.
3. Berikan aktivitas bermain, pengalihan untuk mencegah kebosanan dan meningkatkan istirahat.
4. Pertahankan posisi fowler dan berikan oksigen suplemen
5. Monitor tanda-tanda vital dalam keadaan istirahat
2)Kurang nutrisi dari kebutuhan b/d ketidak adekuatan masukan sekunder akibat : kurang stimulasi emosional/sensoris atau kurang pengetahuan tentang pemberian asuhan

Rencana Tindakan:
1. Berikan nutrisi yang kaya zat besi (fe) seperti makanan daging, kacang, gandum,
sereal kering yang diperkaya zat besi.
2. Berikan susu suplemen setelah makan padat.
3. Berikan preparat besi peroral seperti fero sulfat, fero fumarat, fero suksinat,
fero glukonat, dan berikan antara waktu makan untuk meningkatkan absorpsi berikan bersama jeruk.
4. Ajarkan cara mencegah perubahan warna gigi akibat minum atau makan zat besi dengan cara berkumur setelah minum obat, minum preparat dengan air atau jus jeruk
5. Berikan multivitamin.
6. Jangan berikan preparat Fe bersama susu.
7. Kaji fases karena pemberian yang cukup akan mengubah fases menjadi hijau gelap.
8. Monitor kadar Hb atau tanda klinks.
9. >Anjurkan makan beserta air untuk mengurangi konstipasi.
10. Tingkatkan asupan daging dan tambahan padi-padian serta sayuran hijau dalam diet
3)Ansietas/cemas b/d lingkungan atau orang

Rencana Tindakan:
1. Libatkan orang tua bersama anak dalam persiapan prosedur diagnosis.
2. Jelaskan tujuan pemberian komponen darah.
3. Antisipasi peka rangsang anak, kerewelan dengan membantu aktivitas anak.
4. Dorong anak untuk mengekspresikan perasaan.
5. Berikan darah, sel darah atau trombosit sesuai dengan ketentuan, dengan
harapan anak mau menerima.











DAFTAR PUSTAKA

Cecily L. Betz, dkk, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatri, EGC Jakarta.
Suriadi,dkk, 2001, Asuhan Keperawatan Anak, cetakan I , penerbit C.V. Agung Seto, Jakarta

FKUI, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan infomedika, Jakarta.

Richard,R.,dkk, 1992, Ilmu Kesehatan Anak Bagian II.

Sylvia A.Price, dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit, Edisi 4, EGC , Jakarta.

Lynda Jual Carpenito, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Nursalam, Rekawati, Sri Utami, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Jakarta, Medika, 2005
Robins, Dasar-dasar Patologi Penyakit, EBC, 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar